Ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan artinya ?
Jawaban 1 :
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu
Dijawab Oleh :
Dr. Yohanes Nong Loar, M.Pd
Jawaban 2 :
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu
Dijawab Oleh :
Arif Kuswandi, S.Pd.I
Penjelasan :
Ki Hajar Dewantara: Sang Bapak Pendidikan Nasional dan Pemikir Revolusioner
Ki Hajar Dewantara, yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah tokoh sentral dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, tidak hanya sebagai pejuang kemerdekaan tetapi juga sebagai arsitek pendidikan. Melalui lembaga pendidikan Taman Siswa yang didirikannya pada tahun 1922, ia menentang sistem pendidikan kolonial yang cenderung diskriminatif dan hanya berorientasi pada kepentingan penjajah. Ia menyadari bahwa kemerdekaan sejati bangsa hanya dapat diraih melalui pendidikan yang memerdekakan rakyatnya.
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara berakar pada kebudayaan bangsa dan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Ia percaya bahwa setiap anak terlahir dengan potensi unik dan kemerdekaan jiwanya harus dijaga serta dikembangkan. Dari sinilah muncul gagasan-gagasan revolusioner yang hingga kini masih menjadi pedoman, salah satunya adalah pemahaman mendalam tentang ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya sebuah proses yang mengedepankan bimbingan dan fasilitasi, bukan paksaan atau indoktrinasi.
Memahami Inti Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan peserta didik sebagai subjek utama dalam proses belajar. Ia menolak anggapan bahwa anak adalah kertas kosong yang siap diisi oleh guru, melainkan sebuah kertas yang sudah terisi namun samar-samar, yang tugas pendidik adalah menebalkannya. Pendidikan, baginya, bukanlah alat untuk mencetak generasi yang seragam sesuai kehendak penguasa atau sistem, melainkan untuk membantu setiap individu menemukan dan mengembangkan jati dirinya yang sejati.
Konsep ini sangat kontras dengan model pendidikan yang dominan pada masa itu, yang cenderung otoriter dan berorientasi pada hafalan. Ki Hajar Dewantara menawarkan paradigma baru yang memandang anak sebagai individu yang utuh, dengan segala potensi, bakat, dan karakteristiknya yang unik. Inti dari pemikiran ini adalah pendidikan sebagai “tuntunan,” sebuah kata yang menyimpan makna filosofis yang sangat dalam dan relevan.
Pendidikan sebagai Tuntunan: Bukan Tuntutan
Saat ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya ia ingin menegaskan perbedaan fundamental antara bimbingan dan pemaksaan. Kata “tuntunan” berasal dari kata “tuntun” yang berarti membimbing, mengarahkan, atau menuntun jalan. Ini mengimplikasikan adanya kelembutan, kepedulian, dan kebebasan bagi yang dituntun untuk bergerak sesuai dengan kemampuannya. Pendidik berperan sebagai penunjuk arah, yang mendampingi, mengamati, dan memberikan dukungan agar anak dapat berjalan dan berkembang dengan selamat dan mandiri.
Sebaliknya, “tuntutan” berarti permintaan atau keharusan yang bersifat memaksa. Jika pendidikan diartikan sebagai tuntutan, maka anak didik dipaksa untuk mencapai standar tertentu, mengikuti kurikulum yang kaku, atau menjadi seperti yang diinginkan oleh orang dewasa, tanpa mempertimbangkan minat, bakat, atau kecepatan belajarnya. Pendekatan ini dapat mematikan kreativitas, menumpulkan inisiatif, dan bahkan menyebabkan trauma pada anak. Oleh karena itu, Ki Hajar Dewantara secara tegas menolak pendidikan sebagai tuntutan, dan mengedepankan pendidikan sebagai tuntunan.
Analogi Tani dan Petani: Peran Pendidik
Untuk memperjelas konsep pendidikan sebagai tuntunan, Ki Hajar Dewantara sering menggunakan analogi petani. Menurutnya, pendidik itu ibarat seorang petani, dan anak didik adalah benih-benih tanaman. Seorang petani tidak bisa memaksa benih jagung untuk tumbuh menjadi padi, atau benih mangga untuk berbuah apel. Tugas petani adalah merawat benih sesuai kodratnya: menyiramnya, memberinya pupuk, melindunginya dari hama, dan memastikan lingkungan tumbuh yang optimal.
Begitu pula dengan pendidik. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya guru harus menghargai kodrat dan keunikan setiap anak. Guru tidak bisa memaksakan anak yang memiliki bakat seni untuk unggul dalam matematika jika itu bukan minatnya, atau sebaliknya. Peran pendidik adalah mengenali potensi alami anak, kemudian menuntun, membimbing, dan memfasilitasi mereka agar potensi tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing. Ini adalah esensi dari pendidikan yang memerdekakan.
Trilogi Pendidikan: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
Filosofi tuntunan ini terangkum sempurna dalam “Trilogi Pendidikan” Ki Hajar Dewantara yang legendaris:
- Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan memberi teladan): Pendidik harus menjadi contoh nyata yang baik bagi peserta didik, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Teladan adalah bentuk tuntunan yang paling efektif, karena anak cenderung meniru apa yang mereka lihat.
- Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah membangun kemauan/semangat): Ketika berada di tengah-tengah peserta didik, pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator. Ia mendorong semangat belajar, menumbuhkan inisiatif, dan menciptakan suasana kolaboratif. Ini adalah tuntunan dalam bentuk dorongan dan pemberdayaan.
- Tut Wuri Handayani (Dari belakang memberi dorongan/dukungan): Ketika peserta didik sudah mulai menunjukkan kemandirian, pendidik cukup memberikan dorongan dan dukungan dari belakang, membiarkan mereka mengeksplorasi dan menemukan jalannya sendiri. Ini adalah puncak dari tuntunan, di mana kemerdekaan belajar anak sepenuhnya dihargai. Slogan “Tut Wuri Handayani” yang kini menjadi logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, secara langsung merepresentasikan ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya bahwa pendidikan adalah proses membimbing dari belakang agar anak mampu berjalan sendiri.
Implikasi Pendidikan sebagai Tuntunan dalam Praktik
Memahami bahwa ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya adalah sebuah revolusi dalam praktik pendidikan. Hal ini menuntut perubahan paradigma dari semua pihak, terutama para pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan. Implikasinya terasa di berbagai aspek, mulai dari kurikulum hingga peran guru.
Kurikulum yang Berpusat pada Anak
Dalam konteks pendidikan sebagai tuntunan, kurikulum tidak lagi bersifat kaku dan seragam. Sebaliknya, kurikulum harus fleksibel, relevan, dan adaptif terhadap kebutuhan serta minat peserta didik. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pengembangan potensi unik setiap anak, bukan untuk memaksakan mereka mengikuti jalur yang sama. Kurikulum semacam ini akan mendorong eksplorasi, kreativitas, dan pembelajaran yang bermakna, di mana anak-anak belajar karena mereka tertarik dan merasa relevan, bukan karena tuntutan nilai atau ujian.
Peran Guru sebagai Pamong dan Fasilitator
Pendidik yang menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara tidak lagi berposisi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan atau otoritas mutlak. Sebaliknya, guru berperan sebagai Pamong dan fasilitator.
- Pamong: Istilah “pamong” merujuk pada sosok pengasuh, pembimbing, dan pelindung yang dengan tulus hati merawat dan mendampingi pertumbuhan anak didik. Pamong tidak menghakimi atau memaksakan kehendak, melainkan memberikan kasih sayang, perhatian, dan pengertian.
- Fasilitator: Guru memfasilitasi proses belajar, yaitu menyediakan lingkungan yang kondusif, sumber daya yang relevan, dan kesempatan bagi anak untuk bertanya, bereksperimen, dan berkolaborasi. Guru membantu anak untuk menemukan jawabannya sendiri, bukan sekadar memberitahukannya.
Mengembangkan Potensi Alami Anak
Dalam peran sebagai pamong dan fasilitator, guru berfokus pada pengembangan potensi alami anak. Ini berarti mengenali bakat, minat, dan kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap individu. Dengan tuntunan yang tepat, anak akan merasa didukung untuk mengeksplorasi passion mereka, mengasah keterampilan yang relevan, dan membangun kepercayaan diri untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.
Menciptakan Lingkungan Belajar yang Merdeka
Pendidikan sebagai tuntunan juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang “merdeka.” Lingkungan merdeka berarti bebas dari tekanan, ketakutan, dan paksaan. Ini adalah tempat di mana anak merasa aman untuk bertanya, berpendapat, membuat kesalahan, dan belajar dari kesalahan tersebut. Lingkungan seperti ini mendorong inisiatif, kemandirian, dan tanggung jawab, yang merupakan bekal penting bagi kehidupan dewasa.
Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara di Era Modern
Meskipun digagas pada awal abad ke-20, filosofi Ki Hajar Dewantara, terutama mengenai ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya sebuah proses yang memerdekakan, sangat relevan di era modern ini. Di tengah derasnya arus informasi, kompleksitas masalah global, dan tuntutan keterampilan abad ke-21, kemampuan untuk berpikir kritis, kreatif, berkolaborasi, dan berkomunikasi menjadi esensial. Ini semua tidak bisa diajarkan melalui pendekatan tuntutan yang kaku, melainkan melalui tuntunan yang memfasilitasi penemuan diri dan pengembangan potensi.
Konsep “tuntunan” sejalan dengan berbagai inovasi pendidikan saat ini, seperti pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran personalisasi, pendidikan inklusif, dan pengembangan keterampilan sosial-emosional. Semua pendekatan ini mengedepankan peran aktif peserta didik dan peran guru sebagai fasilitator yang membimbing, bukan mendikte. Ki Hajar Dewantara telah memberikan warisan berharga yang membuktikan bahwa pendidikan yang paling efektif adalah pendidikan yang menghargai kemanusiaan seutuhnya.
Kesimpulan
Ki Hajar Dewantara bukan hanya seorang pahlawan, tetapi juga seorang filsuf pendidikan yang melampaui zamannya. Ketika ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya ia menyerukan sebuah revolusi dalam cara kita memandang dan menjalankan pendidikan. Pendidikan bukanlah sekadar proses transfer ilmu pengetahuan atau pemenuhan tuntutan kurikulum, melainkan sebuah perjalanan membimbing dan mendampingi setiap individu untuk menemukan dan mengembangkan potensi terbaiknya.
Filosofi “tuntunan” menuntut pendidik untuk menjadi teladan, motivator, dan fasilitator yang memahami kodrat anak, menghargai keunikan mereka, dan menciptakan lingkungan yang merdeka. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter, mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, siap menghadapi tantangan zaman. Warisan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini menjadi pengingat abadi bahwa inti dari pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan menjadikannya alat atau objek.
