Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Hadis Tersebut diriwayatkan oleh ?

Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Hadis Tersebut diriwayatkan oleh ?

Jawaban 1 :

مَنْ سَتَرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي الدُّنْيَا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat”. « H.R Ahmad »

Itu merupakan kutipan hadits riwayat Ahmad.

Dijawab Oleh :

Arif Kuswandi, S.Pd.I

Jawaban 2 :

مَنْ سَتَرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي الدُّنْيَا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat”. « H.R Ahmad »

Itu merupakan kutipan hadits riwayat Ahmad.

Dijawab Oleh :

Aryani, S.Pd

Penjelasan :

Identifikasi Hadis dan Perawinya

Hadis yang mulia ini merupakan salah satu pilar penting dalam etika sosial Islam. Pernyataan yang berbunyi, “Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat,” memiliki makna yang sangat dalam dan janji pahala yang luar biasa dari Allah SWT. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, tepatnya dalam Kitab Al-Birr wa Ash-Shilah wa Al-Adab (Kebaikan, Silaturahmi, dan Adab), bab “Larangan Zalim, Larangan Menyerahkan Orang Zalim, dan Larangan Mencela Muslim.”

Selain Imam Muslim, hadis dengan redaksi serupa atau makna yang sama juga diriwayatkan oleh beberapa imam hadis lainnya, seperti Imam Bukhari (dalam Shahihnya, Kitab Al-Mazhalim wa Al-Ghashb), Imam Abu Dawud (dalam Sunannya), Imam Tirmidzi (dalam Sunannya), dan Imam Ibnu Majah (dalam Sunannya). Keberadaan hadis ini dalam kitab-kitab induk hadis yang paling sahih dan diakui oleh umat Islam menunjukkan tingkat keotentikan dan urgensi ajarannya dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan demikian, dalil menutupi aib orang lain ini merupakan landasan syariat yang sangat kuat dan tidak dapat diragukan lagi.

Keutamaan Menutupi Aib Orang Lain dalam Islam

Menutupi aib atau kekurangan saudara sesama Muslim bukan sekadar tindakan terpuji, melainkan sebuah perintah agama yang membawa keutamaan besar dan menjadi fondasi penting dalam membangun masyarakat yang harmonis. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kehormatan individu dan kolektif, serta menjauhkan umat dari hal-hal yang dapat merusak persaudaraan dan menimbulkan perpecahan.

Fondasi Akhlak Mulia

Tindakan menutupi aib orang lain adalah cerminan dari akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam. Ini menunjukkan sifat rendah hati, tidak suka menggunjing, dan menahan diri dari menyebarkan keburukan orang lain. Seorang Muslim yang menutupi aib saudaranya berarti ia telah menginternalisasi nilai-nilai kebaikan, empati, dan belas kasihan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Ini adalah bagian integral dari upaya seorang Muslim untuk menyempurnakan imannya.

Baca Juga:  ridho Allah SWT ada pada ridho orang tua dan murkanya Allah ada pada murka orang tua maksud hadis tersebut adalah​ ?

Cerminan Kasih Sayang dan Persaudaraan

Dalam Islam, umat Muslim diibaratkan satu tubuh; jika satu bagian sakit, seluruh tubuh akan merasakannya. Menutupi aib saudara adalah bentuk kasih sayang dan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) yang mendalam. Ini menunjukkan bahwa kita tidak ingin melihat saudara kita dipermalukan atau direndahkan, melainkan berharap mereka dapat memperbaiki diri dan menjaga martabatnya. Tindakan ini memperkuat ikatan antar sesama, menumbuhkan rasa saling percaya, dan menciptakan lingkungan yang saling mendukung.

Perlindungan dari Fitnah dan Kerusakan

Mengumbar aib orang lain seringkali menjadi pintu gerbang bagi fitnah dan kerusakan yang lebih besar. Informasi yang belum tentu benar atau belum lengkap dapat menyebar luas, merusak reputasi, memecah belah komunitas, dan menimbulkan permusuhan. Dengan menutupi aib, seorang Muslim berperan aktif dalam mencegah penyebaran berita negatif yang berpotensi menimbulkan kekacauan dan konflik dalam masyarakat. Ini adalah langkah preventif untuk menjaga kedamaian sosial.

Dalil Menutupi Aib Orang Lain dari Al-Qur’an dan Sunnah

Perintah untuk menutupi aib orang lain bukan hanya datang dari satu hadis, melainkan didukung oleh berbagai dalil menutupi aib orang lain dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Ini menunjukkan betapa pentingnya ajaran ini dalam membentuk karakter seorang Muslim dan membangun masyarakat yang beradab.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surah Al-Hujurat ayat 12:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, (karena) sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini secara eksplisit melarang mencari-cari kesalahan (aib) orang lain dan menggunjing (ghibah), yang secara implisit menunjukkan perintah untuk menutupi aib. Ini adalah dalil menutupi aib orang lain yang sangat jelas dari Kitabullah.

Hadis-Hadis Pendukung Lainnya

Selain hadis utama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, ada beberapa hadis lain yang memperkuat dalil menutupi aib orang lain dan keutamaannya:

  • Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Barang siapa melepaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Dan siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
    Hadis ini tidak hanya mengulang janji Allah akan menutupi aib bagi mereka yang menutupi aib saudaranya, tetapi juga menghubungkannya dengan berbagai tindakan kebaikan lainnya, menunjukkan bahwa menutupi aib adalah bagian integral dari berbuat baik dan saling menolong. Ini adalah dalil menutupi aib orang lain yang sangat komprehensif.
  • Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh). Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa melapangkan satu kesusahan seorang Muslim, Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Hadis ini kembali menegaskan pentingnya menutupi aib sebagai bentuk persaudaraan dan dukungan timbal balik, dengan janji balasan yang sama dari Allah SWT. Ini juga merupakan dalil menutupi aib orang lain yang sangat kuat.
Baca Juga:  bangga menjadi bangsa Indonesia adalah berbesar hati atau merasa gagah karena ?

Hikmah di Balik Perintah Menutupi Aib

Perintah untuk menutupi aib orang lain memiliki hikmah yang mendalam, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Ini adalah strategi ilahi untuk menciptakan tatanan sosial yang ideal.

Membangun Masyarakat yang Harmonis

Ketika setiap individu berusaha menutupi aib saudaranya, masyarakat akan terhindar dari gosip, fitnah, dan permusuhan. Hal ini menciptakan suasana yang harmonis, di mana setiap orang merasa aman dan dihargai, serta dapat fokus pada kebaikan dan kemajuan bersama. Kepercayaan sosial akan meningkat, dan hubungan antar individu akan menjadi lebih kuat dan tulus.

Menjaga Kehormatan Individu

Setiap manusia memiliki hak untuk dijaga kehormatannya. Dengan menutupi aib, kita turut serta dalam menjaga martabat dan kehormatan individu, memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki diri tanpa harus menanggung rasa malu yang berlebihan di depan umum. Ini juga memberikan ruang bagi orang yang bersalah untuk bertobat kepada Allah tanpa kehilangan seluruh dukungan sosialnya.

Batasan dan Pengecualian: Kapan Aib Boleh Dibuka?

Meskipun Islam sangat menganjurkan untuk menutupi aib orang lain, perlu dipahami bahwa ada batasan dan pengecualian dalam penerapan prinsip ini. Menutupi aib tidak berarti melindungi kejahatan atau membiarkan kerusakan terus terjadi. Ada situasi tertentu di mana mengungkapkan aib menjadi suatu keharusan demi kemaslahatan yang lebih besar.

Beberapa kondisi di mana aib boleh dibuka antara lain:

  1. Untuk Mencegah Kezaliman atau Kerusakan Lebih Lanjut: Jika seseorang mengetahui bahwa tindakan orang lain akan menyebabkan kezaliman besar, membahayakan nyawa, harta, atau kehormatan orang lain, maka ia wajib melaporkannya kepada pihak berwenang atau orang yang mampu mencegahnya. Misalnya, melaporkan tindakan kriminal atau kejahatan.
  2. Untuk Mencari Fatwa atau Nasihat: Ketika seseorang membutuhkan nasihat atau fatwa dari seorang ulama mengenai permasalahan yang melibatkan aib orang lain (misalnya, masalah rumah tangga atau transaksi), ia boleh menceritakannya dengan batasan seperlunya, tanpa menyebutkan nama secara eksplisit jika tidak diperlukan, dan hanya kepada orang yang tepat.
  3. Untuk Menegakkan Keadilan di Pengadilan: Dalam proses peradilan, saksi wajib mengungkapkan kebenaran, termasuk aib seseorang, jika hal itu diperlukan untuk menegakkan keadilan dan menentukan hukum.
  4. Untuk Memberi Peringatan kepada Calon Korban: Jika seseorang mengetahui bahwa ada bahaya yang mengancam orang lain (misalnya, seseorang yang berniat menikah dengan orang yang dikenal buruk akhlaknya atau memiliki penyakit menular yang disembunyikan), maka ia boleh mengungkapkan aib tersebut sebagai bentuk nasihat dan peringatan, dengan niat yang tulus untuk melindungi.
  5. Pelaku Dosa yang Terang-terangan (Mujahir): Jika seseorang secara terang-terangan dan tanpa rasa malu melakukan kemaksiatan atau aibnya, bahkan membanggakannya di depan umum, maka keharamannya untuk digunjingkan menjadi lebih ringan, karena ia sendiri yang telah membuka tabirnya. Namun, tetap dianjurkan untuk menasihatinya secara bijak.
Baca Juga:  Apa perbedaan dan persamaan intranet dan internet ?

Penting untuk diingat bahwa mengungkapkan aib dalam pengecualian ini harus dilakukan dengan niat yang benar, yaitu demi kemaslahatan, bukan karena dengki atau keinginan untuk mempermalukan. Batasan ini memerlukan hikmah, kebijaksanaan, dan kehati-hatian agar tidak terjerumus ke dalam ghibah atau fitnah yang dilarang.

Kesimpulan

Ajaran Islam mengenai pentingnya menutupi aib seorang Muslim adalah salah satu prinsip etika sosial yang paling luhur dan mendalam. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat,” bukan hanya sebuah janji pahala yang agung, melainkan juga sebuah pedoman hidup yang membentuk karakter individu dan tatanan masyarakat.

Berbagai dalil menutupi aib orang lain dari Al-Qur’an dan Sunnah menegaskan bahwa tindakan ini adalah fondasi akhlak mulia, cerminan kasih sayang persaudaraan, dan perlindungan dari fitnah. Dengan mempraktikkan ajaran ini, kita tidak hanya menjaga kehormatan saudara kita di dunia, tetapi juga mengundang rahmat dan perlindungan Allah SWT untuk diri kita sendiri di akhirat. Meskipun ada pengecualian dalam kondisi tertentu, prinsip dasarnya tetaplah menjaga kerahasiaan dan martabat sesama, demi terciptanya masyarakat yang harmonis, saling percaya, dan diridai Allah SWT. Marilah kita senantiasa berusaha menjadi pribadi yang menutupi aib saudara kita, sebagaimana kita ingin aib kita ditutupi oleh Allah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top