Hukum mengunakan hadits sebagai landasan hukum adalah ?

Hukum mengunakan hadits sebagai landasan hukum adalah ?

Jawaban 1 :

hukum menggunakan hadits sebagai landasan hukum adalah sunnah.

Dijawab Oleh :

Sugiamma, M.Pd

Jawaban 2 :

hukum menggunakan hadits sebagai landasan hukum adalah sunnah.

Dijawab Oleh :

Susi Ferawati, S.Pd

Penjelasan :

Kedudukan Hadits dalam Hierarki Sumber Hukum Islam

Syariat Islam dibangun di atas fondasi sumber-sumber hukum yang memiliki tingkatan otoritas (hierarki). Posisi puncak tidak diragukan lagi ditempati oleh Al-Qur’an, firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an adalah konstitusi utama bagi umat Islam.

Tepat setelah Al-Qur’an, Hadits atau As-Sunnah menempati posisi sebagai sumber hukum primer yang kedua. Kedudukan ini bukanlah hasil ijtihad semata, melainkan telah ditetapkan oleh Al-Qur’an itu sendiri. Hadits berfungsi sebagai penjelas, perinci, dan bahkan penetap hukum yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an. Tanpa Hadits, banyak sekali perintah dalam Al-Qur’an yang bersifat global akan sulit untuk diimplementasikan.

Landasan Wajibnya Mengikuti Hadits sebagai Hujjah

Argumentasi yang menegaskan bahwa hukum mengunakan hadits sebagai landasan hukum adalah wajib dapat ditinjau dari berbagai dalil yang kuat, baik dari Al-Qur’an, konsensus ulama (Ijma’), maupun logika akal sehat.

Dalil dari Al-Qur’an

Al-Qur’an secara tegas dan berulang kali memerintahkan umat Islam untuk menaati Rasulullah SAW. Ketaatan kepada Rasul merupakan satu paket dengan ketaatan kepada Allah SWT.

Baca Juga:  Hadis yang berbunyi " al-insanu mahallul khata wa an-nisyan" mengandung makna ?

Beberapa ayat kunci yang menjadi landasan adalah:

  • Surat An-Nisa’ Ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu…” Ayat ini secara eksplisit menyandingkan perintah taat kepada Rasul setara dengan perintah taat kepada Allah.
  • Surat Al-Hasyr Ayat 7: “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” Ayat ini memberikan otoritas legislatif kepada Nabi Muhammad SAW untuk ditaati segala perintah dan larangannya.
  • Surat An-Nisa’ Ayat 80: “Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” Ayat ini mengukuhkan bahwa ketaatan terhadap sunnah Nabi adalah manifestasi dari ketaatan kepada Allah SWT.

Dalil dari Ijma’ (Konsensus Ulama)

Sejak masa para sahabat Nabi, tabiin, tabiut tabiin, hingga para ulama di seluruh dunia, telah terjadi Ijma’ atau konsensus mutlak bahwa Hadits yang statusnya sahih (otentik) adalah hujjah (argumen yang mengikat) dan wajib dijadikan landasan hukum. Tidak ada satu pun ulama muktabar (yang diakui keilmuannya) yang menolak otoritas Hadits secara keseluruhan.

Imam Asy-Syafi’i dalam kitabnya yang monumental, Ar-Risalah, mendedikasikan pembahasan khusus untuk meneguhkan posisi Hadits sebagai sumber hukum yang independen dan mengikat bagi seluruh umat Islam.

Dalil dari Logika (Aqli)

Secara logis, pelaksanaan ajaran Islam tidak akan sempurna tanpa merujuk pada Hadits. Al-Qur’an sering kali memberikan perintah dalam bentuk garis besar (mujmal). Misalnya, Al-Qur’an memerintahkan untuk mendirikan shalat, membayar zakat, dan melaksanakan haji, namun tidak merinci tata caranya.

Bagaimana kita mengetahui jumlah rakaat setiap shalat, gerakan-gerakan di dalamnya, waktu pelaksanaannya, atau nishab (batas minimum) zakat untuk setiap jenis harta? Semua detail teknis ini hanya dapat ditemukan penjelasannya dalam Hadits Nabi Muhammad SAW. Menolak Hadits berarti meniscayakan ketidakmungkinan untuk beribadah secara benar.

Baca Juga:  Kebersihan lingkungan di sekolah merupakan tanggung jawab ?

Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an

Untuk memahami lebih dalam mengapa hukum mengunakan hadits sebagai landasan hukum adalah sebuah keniscayaan, kita perlu menelaah fungsi-fungsi vital yang dijalankan Hadits dalam hubungannya dengan Al-Qur’an. Para ulama Ushul Fiqh merumuskan fungsi-fungsi ini sebagai berikut:

Bayan At-Taqrir (Memperkuat Pernyataan Al-Qur’an)

Fungsi pertama adalah sebagai penguat atau penegas hukum yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an. Misalnya, Al-Qur’an mewajibkan puasa di bulan Ramadhan. Kemudian, datang hadits-hadits yang juga menegaskan kewajiban yang sama. Hal ini menambah keyakinan dan kekuatan pada hukum tersebut.

Bayan At-Tafsir (Menjelaskan dan Merinci)

Ini adalah fungsi Hadits yang paling fundamental dan paling sering dijumpai. Hadits berperan sebagai penafsir dan pemerinci ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum, global, atau mutlak. Fungsi ini terbagi lagi menjadi beberapa bagian:

Merinci Ayat yang Mujmal (Global)

  • Contoh: Al-Qur’an dalam banyak ayat memerintahkan, “Dirikanlah shalat.” Perintah ini bersifat global (mujmal). Hadits kemudian datang merinci segala hal terkait shalat, mulai dari waktu, jumlah rakaat, bacaan, hingga gerakan-gerakannya, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”

Mengkhususkan Ayat yang ‘Amm (Umum)

  • Contoh: Al-Qur’an dalam Surat Al-Maidah ayat 3 mengharamkan bangkai (al-maitah) secara umum (‘amm). Namun, Nabi SAW melalui haditsnya memberikan pengecualian (takhshish) dengan bersabda, “Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua bangkai itu adalah ikan dan belalang…”

Bayan At-Tasyri’ (Menetapkan Hukum Baru)

Fungsi ketiga adalah Hadits menetapkan hukum atau syariat baru yang tidak disinggung sama sekali di dalam Al-Qur’an. Hal ini bukan berarti Nabi Muhammad SAW membuat hukum sendiri, melainkan setiap ketetapannya juga bersumber dari wahyu Allah SWT, meskipun bukan dalam bentuk ayat Al-Qur’an.

  • Contoh: Hukum mengenai larangan memakai emas dan kain sutra bagi laki-laki.
  • Contoh Lain: Penetapan hak waris untuk seorang nenek.
Baca Juga:  Perbedaan antara haji dan umrah adalah ?

Klasifikasi Hadits dan Implikasinya terhadap Hukum

Penting untuk dipahami bahwa tidak semua riwayat yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW dapat diterima dan dijadikan landasan hukum. Para ulama hadits telah bekerja keras selama berabad-abad untuk mengembangkan metodologi ilmiah yang sangat ketat guna memilah dan memverifikasi keaslian sebuah hadits.

Secara umum, dari segi kualitas, hadits terbagi menjadi tiga tingkatan utama:

  1. Sahih (Otentik): Hadits yang sanad (rantai perawi)-nya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan kuat hafalannya, serta tidak memiliki cacat tersembunyi (‘illat) atau kejanggalan (syadz). Hadits sahih wajib dijadikan landasan hukum.
  2. Hasan (Baik): Kualitasnya sedikit di bawah sahih, biasanya karena salah satu perawinya memiliki hafalan yang kurang sempurna dibandingkan perawi hadits sahih, namun syarat-syarat lainnya terpenuhi. Hadits hasan juga dapat dijadikan landasan hukum.
  3. Dha’if (Lemah): Hadits yang tidak memenuhi salah satu atau lebih syarat hadits sahih atau hasan. Penyebabnya bisa karena sanadnya terputus, ada perawi yang tidak dikenal, atau perawi yang dikenal sebagai pendusta. Hadits dha’if tidak boleh dijadikan landasan untuk menetapkan hukum halal-haram.

Oleh karena itu, ketika membahas hukum mengunakan hadits sebagai landasan hukum adalah, yang dimaksud adalah hadits-hadits yang telah terverifikasi kualitasnya sebagai sahih atau hasan.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan dalil dari Al-Qur’an, Ijma’ ulama, serta argumentasi logis, dapat disimpulkan dengan tegas bahwa hukum mengunakan hadits sebagai landasan hukum adalah wajib bagi seluruh umat Islam. Hadits bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian integral dari wahyu yang berfungsi menjelaskan, merinci, dan bahkan menetapkan hukum syariat sebagai sumber otoritatif kedua setelah Al-Qur’an.

Meninggalkan Hadits sama artinya dengan meninggalkan sebagian besar detail ajaran Islam dan membuka pintu penafsiran yang liar terhadap Al-Qur’an. Namun, kewajiban ini harus diiringi dengan tanggung jawab ilmiah untuk hanya menggunakan hadits-hadits yang terbukti otentisitasnya (sahih dan hasan) melalui metodologi yang telah dirumuskan oleh para ulama ahli hadits, demi menjaga kemurnian dan keagungan syariat Islam.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top