Orang yang hanya mementingkan harta kekayaan uang jabatan kedudukan dan sebagainya disebut orang ?

Orang yang hanya mementingkan harta kekayaan uang jabatan kedudukan dan sebagainya disebut orang ?

Jawaban 1 :

Materialistis

Dijawab Oleh :

Dra. Nilawati, M.Pd

Jawaban 2 :

Materialistis

Dijawab Oleh :

Drs. Rochadi Arif Purnawan, M.Biomed

Penjelasan :

Apa Sebutan untuk Orang yang Mementingkan Kebendaan atau Harta?

Istilah yang paling umum dan tepat untuk menggambarkan
orang yang mementingkan kebendaan atau harta adalah materialistis. Istilah ini berasal dari kata “materi”, yang merujuk pada segala sesuatu yang bersifat benda atau fisik.

Seseorang yang materialistis adalah individu yang menempatkan nilai tinggi pada kepemilikan harta benda dan kekayaan. Mereka percaya bahwa kebahagiaan, kesuksesan, dan kepuasan hidup dapat dicapai dan diukur melalui apa yang mereka miliki. Bagi mereka, memiliki mobil mewah, rumah besar, atau pakaian bermerek bukan sekadar pemenuhan kebutuhan, melainkan sebuah validasi atas keberhasilan hidup mereka.

Selain materialistis, ada beberapa istilah lain yang sering dikaitkan, meskipun memiliki makna yang sedikit berbeda:

  • Hedonistis: Fokus utama seorang hedonis adalah mencari kesenangan dan kenikmatan maksimal serta menghindari rasa sakit. Meskipun sering kali kesenangan ini didapat melalui pembelian barang mewah atau pengalaman mahal, fokusnya lebih pada sensasi nikmat yang didapat, bukan pada kepemilikan bendanya itu sendiri.
  • Konsumtif: Perilaku ini merujuk pada kecenderungan untuk mengonsumsi atau membeli barang dan jasa secara berlebihan, sering kali tanpa pertimbangan kebutuhan yang sebenarnya. Sifat konsumtif adalah salah satu manifestasi dari pola pikir materialistis.
Baca Juga:  Sebutkan manfaat menceritakan kembali isi teks ?

Membedah Ciri-Ciri Utama Individu Materialistis

Mengenali seorang orang yang mementingkan kebendaan atau harta tidak selalu mudah karena sifat ini bisa termanifestasi dalam berbagai tingkat. Namun, ada beberapa ciri umum yang sering kali menonjol pada individu dengan kecenderungan materialistis yang kuat.

Fokus Berlebihan pada Status dan Penampilan Luar

Bagi orang materialistis, harta benda berfungsi sebagai simbol status. Mereka menggunakan barang-barang yang mereka miliki untuk menunjukkan kepada dunia betapa sukses dan berharganya mereka. Keputusan pembelian sering kali didasarkan pada merek dan harga, bukan pada fungsi atau kualitas sebenarnya.

Penampilan luar menjadi segalanya. Mereka merasa perlu untuk terus-menerus memproyeksikan citra kesuksesan agar mendapatkan pengakuan dan kekaguman dari orang lain.

Kebahagiaan yang Diukur dari Kepemilikan

Ciri paling fundamental adalah keyakinan bahwa memiliki lebih banyak barang akan membuat mereka lebih bahagia. Mereka sering terjebak dalam siklus yang dikenal sebagai “hedonic treadmill”, di mana kebahagiaan yang didapat dari pembelian barang baru hanya bersifat sementara.

Setelah euforia awal mereda, mereka akan merasa hampa kembali dan mulai mencari barang baru berikutnya untuk mengejar perasaan bahagia yang sama. Ini menciptakan siklus tanpa akhir yang justru menjauhkan mereka dari kebahagiaan sejati.

Kecenderungan Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Individu materialistis memiliki kecenderungan kuat untuk membandingkan kepemilikan mereka dengan orang lain. Media sosial sering memperburuk kondisi ini, di mana mereka terus-menerus melihat kehidupan orang lain yang tampak lebih mewah dan sukses.

Perbandingan sosial ini memicu perasaan iri, cemas, dan tidak pernah merasa cukup. Mereka selalu merasa ada sesuatu yang kurang dan harus berjuang lebih keras untuk “menyamai” atau “melebihi” standar yang ditetapkan oleh lingkungan sosial mereka.

Baca Juga:  Balasan orang yang beramal baik di akhirat adalah ?

Faktor-Faktor Penyebab Seseorang Menjadi Materialistis

Tidak ada orang yang terlahir materialistis. Pola pikir ini terbentuk melalui serangkaian faktor internal dan eksternal yang kompleks. Memahami akarnya dapat memberikan kita perspektif yang lebih dalam.

Pengaruh Lingkungan Sosial dan Keluarga

Lingkungan tempat seseorang dibesarkan memainkan peran krusial. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang selalu menekankan pentingnya uang dan status cenderung mengadopsi nilai-nilai yang sama saat dewasa.

Jika orang tua sering memberikan hadiah sebagai pengganti waktu dan afeksi, anak bisa belajar bahwa materi adalah bentuk cinta dan validasi. Demikian pula, lingkaran pertemanan yang sangat kompetitif dalam hal kekayaan dapat mendorong seseorang menjadi lebih materialistis.

Dampak Media dan Budaya Konsumerisme

Kita hidup di era di mana budaya konsumerisme merajalela. Setiap hari, kita dibombardir oleh pesan-pesan yang mendorong kita untuk membeli lebih banyak sebagai jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

Peran Iklan dalam Membentuk Keinginan

Iklan tidak hanya menjual produk; iklan menjual gaya hidup, impian, dan janji kebahagiaan. Pesan yang terus-menerus diulang adalah bahwa memiliki produk tertentu akan membuat Anda lebih menarik, dihormati, dan bahagia. Ini secara perlahan membentuk persepsi bahwa kepemilikan adalah kunci dari segalanya.

Standar Kesuksesan di Media Sosial

Platform seperti Instagram dan TikTok menampilkan versi kehidupan yang telah dikurasi dengan sempurna. Unggahan tentang liburan mewah, mobil sport, dan barang-barang desainer menciptakan standar kesuksesan yang tidak realistis. Bagi banyak orang, ini menjadi acuan hidup, mendorong mereka untuk mengejar citra materialistis tersebut.

Dampak Negatif Menjadi Orang yang Hanya Mementingkan Harta

Meskipun mengejar stabilitas finansial adalah hal yang wajar dan penting, menjadi orang yang mementingkan kebendaan atau harta secara ekstrem justru membawa dampak negatif yang signifikan bagi kualitas hidup seseorang.

Baca Juga:  Jelaskan kelemahan dan keunggulan kemasan bahan kertas !

Pertama, kesehatan mental sering kali terganggu. Pengejaran harta yang tiada henti dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, dan bahkan depresi. Tekanan untuk mempertahankan gaya hidup mewah dan ketakutan kehilangan status dapat menjadi beban psikologis yang berat.

Kedua, hubungan sosial menjadi rapuh. Hubungan yang didasarkan pada materi cenderung dangkal. Individu materialistis mungkin kesulitan membangun ikatan emosional yang tulus karena mereka lebih menilai orang lain berdasarkan kekayaan atau statusnya.

Terakhir, mereka sering merasakan kekosongan batin. Meskipun dikelilingi oleh kemewahan, banyak dari mereka yang merasa tidak puas dan hampa. Ini karena kebahagiaan yang berasal dari materi bersifat eksternal dan sementara, tidak mampu mengisi kebutuhan jiwa akan makna, tujuan, dan hubungan yang mendalam.

Kesimpulan

Jadi, orang yang hanya mementingkan harta kekayaan, uang, jabatan, kedudukan, dan sebagainya disebut orang materialistis. Ini adalah pola pikir yang menempatkan kepemilikan benda sebagai pusat kebahagiaan dan tolok ukur kesuksesan hidup. Ciri-cirinya meliputi fokus pada status, mengukur kebahagiaan dari harta, dan terus membandingkan diri dengan orang lain.

Meskipun ambisi untuk mencapai kesejahteraan finansial adalah hal yang positif, menjadi orang yang mementingkan kebendaan atau harta secara berlebihan dapat mengikis kebahagiaan sejati. Pada akhirnya, kepuasan hidup yang langgeng tidak ditemukan pada apa yang kita miliki, melainkan pada kualitas hubungan kita, kontribusi kita kepada sesama, dan rasa syukur atas apa yang sudah ada.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top