Paribasan sing disemoni ulah kridhaning manungsa diarani Artinya ?
Jawaban 1 :
kahanane wong kang akeg
Dijawab Oleh :
Susi Ferawati, S.Pd
Jawaban 2 :
kahanane wong kang akeg
Dijawab Oleh :
Sugiamma, M.Pd
Penjelasan :
Menjawab Pertanyaan: Paribasan sing Disemoni Ulah Kridhaning Manungsa Diarani Saloka
Secara lugas dan jelas, jawaban untuk pertanyaan paribasan sing disemoni ulah kridhaning manungsa diarani adalah Saloka. Saloka merupakan salah satu jenis peribahasa dalam bahasa Jawa (unen-unen) yang memiliki ciri khas utama, yaitu menggunakan perumpamaan yang subjeknya adalah manusia, namun digambarkan melalui kiasan benda, hewan, atau tumbuhan.
Jadi, ketika sebuah peribahasa secara implisit membicarakan tentang sifat, watak, atau perbuatan manusia dengan menggunakan sosok lain sebagai simbol, maka itulah yang disebut Saloka. Pemahaman ini menjadi kunci untuk membedakannya dari jenis peribahasa Jawa lainnya yang sekilas terdengar mirip.
Membedah Makna di Balik Istilah Kunci
Untuk memahami sepenuhnya mengapa jawaban dari paribasan sing disemoni ulah kridhaning manungsa diarani adalah Saloka, kita perlu membedah setiap kata dalam frasa pertanyaan tersebut. Ini akan memberikan konteks yang lebih dalam tentang konsep yang dimaksud.
Apa Itu Paribasan?
Dalam konteks umum, Paribasan sering digunakan untuk merujuk pada semua jenis peribahasa Jawa. Namun, dalam kajian sastra Jawa yang lebih spesifik, Paribasan adalah ungkapan yang memiliki makna lugas atau harfiah, bersifat tetap, dan tidak mengandung pengandaian. Artinya, makna yang terkandung di dalamnya tidak menggunakan kiasan yang rumit. Contohnya adalah “Becik ketitik, ala ketara” yang artinya perbuatan baik dan buruk pada akhirnya akan terlihat juga.
Arti “Ulah Kridhaning Manungsa”
Frasa ini adalah inti dari subjek yang dibicarakan.
- Ulah: Berarti tingkah laku, perbuatan, atau polah.
- Kridha: Berarti tindakan, usaha, atau gerak.
- Manungsa: Berarti manusia.
Dengan demikian, ulah kridhaning manungsa secara harfiah berarti segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Ini merujuk pada sifat, karakter, kebiasaan, atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang.
Mengapa Disebut “Disemoni”?
Kata disemoni berasal dari kata dasar semu yang berarti kiasan, samar, atau tidak sebenarnya. Awalan di- dan akhiran -i menjadikannya kata kerja pasif yang berarti “dikiaskan” atau “disimbolkan dengan”. Ini menunjukkan bahwa tingkah laku manusia tersebut tidak disebutkan secara langsung, melainkan digambarkan melalui sebuah simbol atau perumpamaan, biasanya berupa hewan atau benda mati.
Saloka: Ciri Khas dan Perbedaannya dengan Ungkapan Lain
Setelah mengetahui bahwa paribasan sing disemoni ulah kridhaning manungsa diarani Saloka, penting untuk mengenali karakteristiknya secara mendalam. Hal ini akan membantu kita mengidentifikasi Saloka dengan lebih mudah dan membedakannya dari Paribasan dan Bebasan.
Karakteristik Utama Saloka
Saloka memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari ungkapan lain:
- Memiliki Struktur Tetap (Ajeg Panganggone): Kalimat atau frasa dalam Saloka sudah baku dan tidak bisa diubah-ubah susunannya.
- Mengandung Makna Kiasan (Ngemu Surasa Pepindhan): Makna yang disampaikan bukanlah makna harfiah, melainkan sebuah kiasan atau perumpamaan.
- Subjeknya Adalah Manusia (Sing Dipindhakake Uwong): Ini adalah ciri paling penting. Meskipun yang disebutkan adalah hewan atau benda, tetapi yang sesungguhnya dimaksud adalah sifat atau perilaku manusia.
- Menggunakan Perumpamaan Hewan atau Benda: Sering kali, Saloka memakai nama-nama hewan atau benda mati untuk menggambarkan watak manusia yang dimaksud.
Perbedaan Saloka, Paribasan, dan Bebasan
Kebingungan sering terjadi antara tiga jenis ungkapan ini. Berikut adalah perbedaannya secara ringkas.
Saloka
Fokus utamanya adalah orang/manusia yang diumpamakan. Perumpamaannya bisa berupa hewan atau benda. Contohnya, “Kebo nusu gudel” (Kerbau menyusu pada anaknya). Ini adalah kiasan untuk orang tua yang belajar atau meminta bantuan kepada orang yang jauh lebih muda. Yang menjadi subjek kiasan adalah “orang tua” (manusia).
Paribasan dan Bebasan
- Paribasan: Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Paribasan memiliki makna lugas dan tidak mengandung pengandaian. Fokusnya adalah pada nasihat atau kebenaran umum. Contoh: “Alon-alon waton kelakon” (Pelan-pelan asalkan tercapai), maknanya sangat lurus dan tidak mengumpamakan subjek tertentu.
- Bebasan: Bebasan juga memiliki makna kiasan, tetapi yang dikiaskan adalah keadaan atau situasi, bukan orangnya. Contoh: “Nabok nyilih tangan” (Memukul meminjam tangan). Ini mengiaskan situasi di mana seseorang mencelakai orang lain dengan menggunakan perantara. Fokusnya pada “situasi” mencelakai, bukan pada “orang” tertentu.
Contoh Populer Saloka dalam Kehidupan Sehari-hari
Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, berikut adalah beberapa contoh Saloka yang sering didengar beserta maknanya.
- Kebo nusu gudel
- Artinya: Kerbau menyusu pada anaknya.
- Makna Kiasan: Orang tua yang meminta ajaran atau berguru kepada anak muda atau bawahannya.
- Kutuk marani sunduk
- Artinya: Ikan gabus mendatangi alat tusuk (sunduk).
- Makna Kiasan: Orang yang dengan sengaja mendekati bahaya atau sumber masalah.
- Gajah ngidak rapah
- Artinya: Gajah menginjak-injak jejaknya sendiri.
- Makna Kiasan: Seseorang yang melanggar aturan atau pantangannya sendiri. Sering ditujukan pada pemimpin yang tidak konsisten.
- Asu belang kalung wang
- Artinya: Anjing belang berkalung uang.
- Makna Kiasan: Orang jahat atau dari kalangan rendah yang memiliki kekayaan atau kekuasaan, namun tabiat aslinya tetap buruk.
- Tumbu oleh tutup
- Artinya: Wadah (tumbu) mendapatkan tutupnya.
- Makna Kiasan: Sesuatu yang sudah sangat cocok atau serasi. Sering digunakan untuk menggambarkan pasangan yang berjodoh.
Kesimpulan
Kini, kita telah mendapatkan jawaban yang jelas dan terperinci. Pertanyaan paribasan sing disemoni ulah kridhaning manungsa diarani jawabannya adalah Saloka. Saloka merupakan peribahasa Jawa yang secara khusus menggunakan perumpamaan, sering kali berupa hewan atau benda, untuk menyimbolkan sifat, watak, dan perilaku manusia.
Dengan memahami ciri khasnya—yaitu subjeknya adalah manusia yang dikiaskan—kita dapat dengan mudah membedakan Saloka dari Paribasan yang bermakna lugas dan Bebasan yang mengiaskan sebuah keadaan. Kekayaan ungkapan seperti Saloka ini menunjukkan betapa luhur dan dalamnya kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur, yang mampu menyampaikan nasihat dan kritik sosial melalui bahasa yang indah dan penuh makna.
