Hadis yang berbunyi ” al-insanu mahallul khata wa an-nisyan” mengandung makna ?

Hadis yang berbunyi ” al-insanu mahallul khata wa an-nisyan” mengandung makna ?

Jawaban 1 :

Dari beberapa sumber disebutkan bahwa kalimat ‘al-insanu mahallul khatha’ wa al-nisyan’ adalah pepatah arab yang usianya sudah ribuan tahun. Kalimat yang mengandung makna ‘MANUSIA ADALAH TEMPATNYA SALAH DAN ALPA (LUPA)’ ini bukan hadist, meskipun sebagian sumber menyebutnya demikian.

 

Manusia, berdasarkan kehendak Allah SWT, adalah khalifah atau pemimpin di muka bumi. Meski ditakdirkan sebagai khalifah namun manusia ditakdirkan untuk berbuat khilaf atau salah dan juga alpa atau lupa karena manusia bukan makhluk ciptaan Allah yang sempurna layaknya malaikat.

 

Manusia diciptakan dengan kehendak sehingga ia bisa memilih yang baik dan yang buruk. Meski terkesan sebagai sebuah kelemahan namun justru kemuliaan manusia terletak pada adanya pilihan kehendak tersebut.

 

Manusia dan potensinya untuk berbuat salah akan tertutupi dengan sifat Allah yang Maha Pengampun. Manusia dan potensinya untuk lupa akan tertutupi dengan keutamaan sikap mukmin yang baik: saling menasehati dalam kebaikan.

Dijawab Oleh :

Dra. Nilawati, M.Pd

Jawaban 2 :

Dari beberapa sumber disebutkan bahwa kalimat ‘al-insanu mahallul khatha’ wa al-nisyan’ adalah pepatah arab yang usianya sudah ribuan tahun. Kalimat yang mengandung makna ‘MANUSIA ADALAH TEMPATNYA SALAH DAN ALPA (LUPA)’ ini bukan hadist, meskipun sebagian sumber menyebutnya demikian.

 

Manusia, berdasarkan kehendak Allah SWT, adalah khalifah atau pemimpin di muka bumi. Meski ditakdirkan sebagai khalifah namun manusia ditakdirkan untuk berbuat khilaf atau salah dan juga alpa atau lupa karena manusia bukan makhluk ciptaan Allah yang sempurna layaknya malaikat.

 

Manusia diciptakan dengan kehendak sehingga ia bisa memilih yang baik dan yang buruk. Meski terkesan sebagai sebuah kelemahan namun justru kemuliaan manusia terletak pada adanya pilihan kehendak tersebut.

 

Manusia dan potensinya untuk berbuat salah akan tertutupi dengan sifat Allah yang Maha Pengampun. Manusia dan potensinya untuk lupa akan tertutupi dengan keutamaan sikap mukmin yang baik: saling menasehati dalam kebaikan.

Dijawab Oleh :

Drs. Rochadi Arif Purnawan, M.Biomed

Penjelasan :

Memahami Makna Filosofis “al-Insanu Mahallul Khata wa an-Nisyan”

Ungkapan “al-insanu mahallul khata wa an-nisyan” secara harfiah dapat diterjemahkan menjadi “manusia adalah tempat kesalahan dan kelupaan.” Ini adalah pernyataan yang lugas dan jujur mengenai sifat dasar kemanusiaan. Kata “mahallul” (tempat) di sini tidak hanya berarti lokasi fisik, tetapi lebih kepada substansi atau esensi, menegaskan bahwa kesalahan (khata) dan kelupaan (nisyan) adalah bagian tak terpisahkan dari eksistensi manusia.

Baca Juga:  Jelaskan Perbedaan uji statistik parametrik dan nonparametrik !

Kesalahan (khata) merujuk pada segala bentuk kekeliruan, baik disengaja maupun tidak, dalam ucapan, tindakan, atau bahkan pemikiran. Sementara itu, kelupaan (nisyan) adalah ketidakmampuan untuk mengingat atau mempertahankan informasi, pengalaman, atau janji. Kedua aspek ini, khata dan nisyan, menjadi penanda bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna, melainkan memiliki keterbatasan yang nyata. Pengakuan terhadap al insanu mahalul khoto wan nisyan bukanlah legitimasi untuk berbuat salah, melainkan sebuah undangan untuk senantiasa mawas diri dan berupaya menjadi lebih baik.

Asal-Usul dan Kedudukan Ungkapan dalam Islam

Meskipun seringkali diidentikkan dengan hadis Nabi Muhammad SAW, penting untuk memahami kedudukan sebenarnya dari ungkapan “al-insanu mahallul khata wa an-nisyan” dalam khazanah keilmuan Islam. Ungkapan ini sangat populer dan diterima secara luas, namun perlu dilakukan klarifikasi mengenai statusnya.

Bukan Hadis Nabi secara Harfiah, Melainkan Maqalah Hikmah

Dalam disiplin ilmu hadis, para ulama sepakat bahwa ungkapan al insanu mahalul khoto wan nisyan bukanlah hadis Nabi Muhammad SAW secara marfu’ (yang sanadnya bersambung langsung kepada Nabi) dengan jalur periwayatan yang kuat dan otentik. Sebagian ulama bahkan tidak menemukan sanadnya sama sekali. Ungkapan ini lebih tepat dikategorikan sebagai maqalah hikmah (perkataan bijak) atau qaul al-ulama (perkataan para ulama) yang sangat terkenal dan telah menjadi semacam pepatah dalam tradisi Islam.

Meskipun bukan hadis Nabi secara harfiah, nilai dan kebenaran makna yang terkandung dalam ungkapan ini sangat sejalan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Popularitasnya menunjukkan bahwa maknanya telah diakui dan diamalkan oleh umat Islam lintas generasi sebagai sebuah kebenaran fundamental tentang manusia. Oleh karena itu, walaupun bukan hadis, kedudukannya sebagai prinsip hidup tetap sangat kuat.

Relevansi dengan Ajaran Al-Qur’an dan Sunnah

Makna yang terkandung dalam al insanu mahalul khoto wan nisyan sangat relevan dan didukung oleh banyak ayat Al-Qur’an serta hadis-hadis Nabi yang sahih. Al-Qur’an sendiri menggambarkan manusia dengan berbagai kelemahan, seperti tergesa-gesa, keluh kesah, atau lupa. Kisah Nabi Adam AS yang melupakan perintah Allah dan akhirnya berbuat salah, kemudian bertaubat, adalah contoh nyata dari sifat khata dan nisyan yang ada pada manusia pertama.

Baca Juga:  ridho Allah SWT ada pada ridho orang tua dan murkanya Allah ada pada murka orang tua maksud hadis tersebut adalah​ ?

Banyak hadis Nabi yang juga menegaskan bahwa seluruh anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat. Ini menunjukkan bahwa kesalahan dan kelupaan adalah bagian dari ujian kehidupan, dan respons yang benar adalah dengan bertaubat dan memohon ampunan. Dengan demikian, meskipun ungkapan itu sendiri bukan hadis, intisarinya sepenuhnya selaras dengan pondasi ajaran Islam.

Peran Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Pengakuan bahwa al insanu mahalul khoto wan nisyan tidak lantas mereduksi peran manusia sebagai khalifah (pemimpin/pengelola) di bumi. Justru sebaliknya, pemahaman ini memberikan perspektif yang realistis tentang bagaimana seharusnya seorang khalifah menjalankan amanahnya. Dengan menyadari potensi kesalahan dan kelupaan, manusia diajak untuk lebih berhati-hati, senantiasa memohon petunjuk Allah, dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya saat terjerumus dalam kekhilafan.

Kesalahan dan kelupaan menjadi pemicu untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Sang Pencipta. Ini adalah bagian dari proses pendewasaan dan penyempurnaan diri menuju takwa, dengan tetap mengakui bahwa kesempurnaan mutlak hanya milik Allah SWT.

Implikasi Psikologis dan Spiritual dari “al Insanu Mahallul Khoto wan Nisyan”

Pemahaman mendalam tentang al insanu mahalul khoto wan nisyan memiliki dampak yang signifikan pada aspek psikologis dan spiritual seseorang. Ini bukan sekadar teori, melainkan sebuah prinsip yang dapat membentuk karakter dan cara pandang hidup.

Mendorong Kerendahan Hati dan Introspeksi Diri

Ketika seseorang menyadari bahwa dirinya adalah tempat kesalahan dan kelupaan, secara otomatis akan tumbuh sikap kerendahan hati. Kesadaran ini mencegah timbulnya kesombongan atau merasa paling benar. Sebaliknya, ia akan lebih sering melakukan introspeksi diri, mengevaluasi setiap langkah dan keputusan, serta mencari tahu di mana letak kekeliruannya.

Kerendahan hati yang tumbuh dari pemahaman ini akan menjadikan individu lebih terbuka terhadap kritik dan saran, serta lebih mudah mengakui kesalahannya. Ini adalah fondasi penting dalam pengembangan diri yang berkelanjutan dan menjauhkan dari sikap ujub (kagum pada diri sendiri) atau riya’ (pamer).

Membangun Empati dan Toleransi Terhadap Sesama

Jika kita sendiri sebagai manusia rentan terhadap kesalahan dan kelupaan, maka sudah sepatutnya kita juga memahami bahwa orang lain pun memiliki kelemahan yang sama. Prinsip al insanu mahalul khoto wan nisyan mengajarkan kita untuk tidak terlalu cepat menghakimi atau menyalahkan orang lain. Sebaliknya, ia menumbuhkan empati dan toleransi yang lebih besar.

Ketika melihat orang lain berbuat salah, kita akan cenderung lebih memaklumi dan mencoba memahami latar belakangnya, daripada langsung melabeli dan mengucilkan. Ini menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis, penuh pengertian, dan saling mendukung dalam kebaikan.

Baca Juga:  antara seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya adalah bagaikan satu bagunan, yang saling menguatkan satu sama lainnya" hadis tersebut menjelaskan tentang ?

Memaafkan Diri Sendiri dan Orang Lain

Salah satu buah manis dari pemahaman al insanu mahalul khoto wan nisyan adalah kemampuan untuk memaafkan. Pertama, memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang telah terjadi. Ini bukan berarti membenarkan kesalahan, tetapi menerima bahwa itu adalah bagian dari proses belajar dan kemudian bangkit untuk memperbaikinya. Terlalu keras pada diri sendiri justru bisa menghambat kemajuan.

Kedua, memaafkan orang lain. Dengan menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat salah dan lupa, hati akan lebih lapang untuk memaafkan kekhilafan orang lain. Memaafkan adalah kunci untuk melepaskan beban benci dan dendam, yang pada akhirnya membawa kedamaian bagi jiwa.

Motivasi untuk Perbaikan Diri (Taubat dan Istighfar)

Pengakuan terhadap sifat al insanu mahalul khoto wan nisyan bukanlah alasan untuk pasrah pada kesalahan, melainkan justru menjadi motivasi kuat untuk senantiasa bertaubat (taubat) dan memohon ampunan (istighfar). Islam mengajarkan bahwa pintu taubat selalu terbuka lebar bagi hamba-Nya yang menyesali perbuatannya.

Kesalahan dan kelupaan seharusnya menjadi pengingat untuk kembali kepada Allah, memohon petunjuk-Nya, dan berjanji untuk tidak mengulangi kekeliruan yang sama. Ini adalah proses perbaikan diri yang berkelanjutan, sebuah perjalanan spiritual yang tidak pernah berhenti hingga akhir hayat. Setiap kali tergelincir, kita diingatkan untuk bangkit kembali dengan semangat taubat dan istighfar.

Penerapan Konsep “al Insanu Mahallul Khoto wan Nisyan” dalam Kehidupan Sehari-hari

Memahami al insanu mahalul khoto wan nisyan secara teoritis saja tidak cukup. Konsep ini harus diinternalisasi dan diaplikasikan dalam setiap aspek kehidupan kita. Dalam pekerjaan, misalnya, kita harus selalu melakukan double-check pekerjaan, tidak malu bertanya jika ragu, dan terbuka terhadap koreksi. Dalam hubungan sosial, kita belajar untuk menjadi pendengar yang baik, tidak cepat menghakimi, dan siap memaafkan.

Dalam pendidikan, kita harus mengakui bahwa belajar adalah proses yang panjang dan seringkali diwarnai kesalahan. Dari kesalahan itulah kita belajar dan tumbuh. Dan yang terpenting, dalam hubungan dengan Tuhan, kesadaran ini mendorong kita untuk senantiasa bersyukur atas rahmat-Nya, memohon ampunan atas segala dosa, dan berikhtiar untuk menjadi hamba yang lebih baik setiap harinya. Ini adalah fondasi untuk membangun karakter yang kuat, rendah hati, dan senantiasa bertaqwa.

Kesimpulan

Ungkapan “al-insanu mahallul khata wa an-nisyan” adalah sebuah permata kebijaksanaan yang menggambarkan hakikat kemanusiaan dengan sangat mendalam. Meskipun bukan hadis Nabi secara harfiah, maknanya yang sejalan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah menjadikannya prinsip yang sangat relevan dan fundamental. Pengakuan bahwa al insanu mahalul khoto wan nisyan bukanlah justifikasi untuk berbuat salah, melainkan sebuah pengingat akan keterbatasan kita.

Dari pemahaman ini, kita diajak untuk menumbuhkan kerendahan hati, empati, toleransi, dan semangat untuk terus memperbaiki diri melalui taubat dan istighfar. Konsep ini mengajarkan kita untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain, serta memotivasi kita untuk tidak pernah berhenti belajar dan berupaya menjadi versi terbaik dari diri kita, di bawah bimbingan dan rahmat Allah SWT. Dengan menghayati makna al insanu mahalul khoto wan nisyan, kita akan menemukan kedamaian, kekuatan, dan arah yang jelas dalam menjalani setiap episode kehidupan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top