Ki hadjar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya ?

Ki hadjar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan artinya ?

Jawaban 1 :

Tuntunan dalam hidup tumbuhnya murid sesuai dengan kodratnya

Dijawab Oleh :

Arif Kuswandi, S.Pd.I

Jawaban 2 :

Tuntunan dalam hidup tumbuhnya murid sesuai dengan kodratnya

Dijawab Oleh :

Aryani, S.Pd

Penjelasan :

Ki Hajar Dewantara: Sang Bapak Pendidikan Nasional

Ki Hajar Dewantara, yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada tahun 1889, adalah sosok revolusioner yang mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan bangsa melalui jalur pendidikan. Setelah diasingkan ke Belanda karena kritiknya terhadap pemerintah kolonial, beliau mempelajari berbagai sistem pendidikan di Eropa. Pengalaman ini membentuk pandangannya yang unik tentang bagaimana pendidikan seharusnya dijalankan di Indonesia, yang sangat berbeda dari model pendidikan Barat yang seragam dan cenderung mengabaikan kebudayaan lokal.

Sekembalinya ke tanah air, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada tahun 1922. Lembaga ini menjadi wadah untuk mewujudkan cita-cita pendidikannya yang berlandaskan pada kebudayaan nasional, kemerdekaan belajar, dan kemandirian. Melalui Taman Siswa, beliau memperkenalkan konsep-konsep pendidikan yang berakar kuat pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, menolak sistem pendidikan kolonial yang hanya mencetak pegawai dan mengabaikan pengembangan karakter.

Esensi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara: “Tuntunan”

Pusat dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah konsep bahwa pendidikan adalah “tuntunan”. Ketika ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan artinya, beliau ingin menegaskan bahwa peran pendidik bukanlah memaksakan kehendak atau mengisi kepala anak didik dengan materi semata. Sebaliknya, pendidik memiliki tugas mulia untuk menuntun, membimbing, dan mengarahkan potensi yang sudah ada dalam diri setiap anak.

Konsep “tuntunan” ini sangat berbeda dengan pendekatan yang otoriter atau instruktif. Ini adalah tentang memfasilitasi pertumbuhan alami anak, bukan mencetak mereka menjadi cetakan yang seragam. Ibarat petani yang menanam padi, tugas petani adalah merawat, menyirami, dan melindungi padi dari hama, bukan mengubah padi menjadi jagung. Padi akan tumbuh sesuai kodratnya, dan tugas petani adalah memastikan pertumbuhannya optimal.

Baca Juga:  Mengapa nilai Pancasila harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari ?

Memahami Makna “Tuntunan” dalam Konteks Pendidikan

Secara harfiah, tuntunan berarti petunjuk, bimbingan, atau arahan. Dalam konteks pendidikan Ki Hajar Dewantara, makna ini diperdalam menjadi sebuah proses pendampingan yang penuh kasih sayang dan pengertian. Ini adalah upaya untuk membantu anak menemukan jalan mereka sendiri, mengembangkan bakat mereka, dan mengatasi rintangan dengan kemandirian.

Tuntunan juga berarti memberikan kebebasan kepada anak untuk bereksplorasi dan belajar dari pengalaman. Pendidik hadir sebagai mercusuar yang menerangi jalan, bukan sebagai pengemudi yang memegang kendali penuh. Hal ini selaras dengan semangat kemerdekaan belajar yang selalu digaungkan oleh Ki Hajar Dewantara, di mana anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya.

Peran Guru sebagai Penuntun: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani

Definisi pendidikan sebagai tuntunan ini terwujud secara nyata dalam trilogi kepemimpinan pendidikan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal:

  • Ing Ngarsa Sung Tuladha: Di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh yang baik. Guru adalah panutan yang perilakunya akan ditiru oleh murid.
  • Ing Madya Mangun Karsa: Di tengah, seorang guru harus membangun semangat atau kemauan. Guru harus mampu memotivasi dan membangkitkan inisiatif belajar pada murid.
  • Tut Wuri Handayani: Di belakang, seorang guru harus memberi dorongan atau dukungan. Guru harus memberikan kebebasan kepada murid untuk berkreasi dan berinovasi, sembari tetap mengawasi dan memberikan arahan jika diperlukan.

Tiga prinsip ini secara sempurna menggambarkan bagaimana peran guru sebagai penuntun. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendampingi, menginspirasi, dan memberdayakan. Mereka adalah fasilitator yang membantu anak didik menemukan potensi terbaik dalam diri mereka, sesuai dengan filosofi bahwa ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan artinya sebuah proses yang memuliakan anak.

Fokus pada Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Filosofi tuntunan Ki Hajar Dewantara juga sangat memperhatikan dua aspek penting: kodrat alam dan kodrat zaman.

  • Kodrat Alam: Mengacu pada sifat dasar dan potensi unik yang dimiliki setiap anak sejak lahir. Pendidikan harus menghargai dan mengembangkan kodrat alam ini, bukan mencoba menyeragamkannya. Setiap anak adalah individu yang istimewa dengan bakat dan minat yang berbeda-beda.
  • Kodrat Zaman: Mengacu pada tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat pada setiap era. Pendidikan harus relevan dengan zamannya, mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan masa depan. Ini berarti kurikulum dan metode pengajaran harus adaptif dan tidak statis.
Baca Juga:  buatkan latar belakang PKL menurut kita sendiri !

Pendidik yang menuntun akan selalu mempertimbangkan kedua kodrat ini. Mereka akan membantu anak menggali bakat alamiahnya sambil membekalinya dengan keterampilan yang relevan untuk menghadapi dunia yang terus berubah. Ini adalah bentuk pendidikan yang holistik dan progresif, jauh dari sistem yang kaku dan tidak relevan.

Implikasi Filosofi “Tuntunan” dalam Praktik Pendidikan Modern

Meskipun digagas hampir satu abad yang lalu, filosofi “tuntunan” Ki Hajar Dewantara tetap sangat relevan dan memiliki implikasi mendalam bagi praktik pendidikan modern. Banyak konsep pendidikan kontemporer, seperti pendidikan berpusat pada anak (child-centered education), pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), dan pengembangan karakter, berakar pada pemikiran beliau.

Pengembangan Potensi Anak Secara Holistik

Filosofi tuntunan mendorong pengembangan anak secara holistik, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta spiritual dan sosial. Pendidikan tidak hanya fokus pada kecerdasan intelektual, tetapi juga pada kecerdasan emosional, kreativitas, moralitas, dan keterampilan sosial. Anak dituntun untuk menjadi manusia seutuhnya, yang seimbang dalam berbagai dimensi kehidupannya.

Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan yang hanya mengejar nilai akademis semata. Dengan tuntunan, anak diajarkan untuk memahami diri, berinteraksi dengan lingkungan, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Mereka dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis, berempati, dan menyelesaikan masalah secara mandiri.

Menciptakan Lingkungan Belajar yang Merdeka dan Menyenangkan

Tuntunan menciptakan lingkungan belajar yang merdeka dan menyenangkan. Anak tidak merasa tertekan atau terpaksa dalam belajar. Sebaliknya, mereka didorong untuk aktif berpartisipasi, bertanya, dan bereksplorasi. Suasana belajar yang positif ini memicu rasa ingin tahu alami anak dan menjadikan proses belajar sebagai pengalaman yang membahagiakan, bukan beban.

Lingkungan yang merdeka juga berarti anak memiliki ruang untuk membuat kesalahan dan belajar darinya. Guru sebagai penuntun tidak menghakimi, melainkan membimbing mereka untuk merefleksikan pengalaman dan menemukan solusi yang lebih baik di kemudian hari. Ini adalah fondasi penting untuk membangun kemandirian dan kepercayaan diri.

Baca Juga:  Kerajinan yang menggunakan bahan logam, yaitu ?

Guru sebagai Fasilitator dan Inspirator

Dalam filosofi tuntunan, peran guru berkembang menjadi lebih dari sekadar pengajar. Guru adalah fasilitator yang mempermudah proses belajar anak, dan inspirator yang membangkitkan gairah belajar. Mereka merancang pengalaman belajar yang menarik, menyediakan sumber daya yang relevan, dan menciptakan iklim kelas yang mendukung eksplorasi dan penemuan.

Sebagai inspirator, guru menunjukkan semangat belajar yang tak pernah padam, menumbuhkan rasa ingin tahu pada murid, dan memotivasi mereka untuk terus berkembang. Mereka tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga menularkan semangat untuk terus mencari tahu dan belajar sepanjang hayat.

Pendidikan yang Berpihak pada Anak (Child-Centered Education)

Konsep tuntunan secara inheren mendukung pendidikan yang berpihak pada anak atau child-centered education. Artinya, seluruh proses pendidikan dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan, minat, dan tahap perkembangan anak sebagai fokus utama. Anak bukan objek, melainkan subjek aktif dalam pembelajaran.

Kurikulum, metode pengajaran, dan penilaian disesuaikan untuk memaksimalkan potensi setiap individu. Pendidik memahami bahwa setiap anak belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda, sehingga pendekatan yang personalisasi sangat penting. Ini adalah inti dari makna bahwa ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan artinya menghargai keunikan setiap anak.

Tantangan dan Relevansi Abadi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Meskipun ideal, penerapan penuh filosofi tuntunan Ki Hajar Dewantara tidak tanpa tantangan. Sistem pendidikan yang didominasi oleh kurikulum padat, tekanan nilai, dan standarisasi seringkali bertentangan dengan semangat kemerdekaan belajar dan pengembangan kodrat alam anak. Namun, justru di sinilah relevansi abadi pemikiran beliau menjadi sangat penting.

Di tengah gempuran informasi dan perubahan zaman yang pesat, kebutuhan akan pendidikan yang membimbing, bukan mengekang, semakin mendesak. Pendidikan harus mampu membentuk individu yang mandiri, kritis, kreatif, dan berakhlak mulia, bukan sekadar mesin penghafal. Pemikiran Ki Hajar Dewantara menawarkan peta jalan untuk mencapai tujuan tersebut.

Kesimpulan

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah permata yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Ketika ki hajar dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan artinya, beliau memberikan kita sebuah pedoman yang jelas: pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Ini adalah ajaran tentang kemerdekaan, penghargaan terhadap keunikan individu, dan pengembangan potensi holistik. Sebagai generasi penerus, adalah tugas kita untuk terus menggali, memahami, dan mengimplementasikan semangat “tuntunan” ini dalam setiap sendi pendidikan di Indonesia, demi mewujudkan cita-cita luhur Ki Hajar Dewantara akan bangsa yang cerdas, berbudaya, dan merdeka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top