ألست بربكم قالوا بلى شهدنا Potongan ayat di atas merupakan amanah yang didapat ketika kita masih dalam kandungan dan harus kita jaga sampai sekarang, yaitu amanah tauhid atau amanah ?

ألست بربكم قالوا بلى شهدنا Potongan ayat di atas merupakan amanah yang didapat ketika kita masih dalam kandungan dan harus kita jaga sampai sekarang, yaitu amanah tauhid atau amanah ?

Jawaban 1 :

fitrah

Dijawab Oleh :

Sugiamma, M.Pd

Jawaban 2 :

fitrah

Dijawab Oleh :

Susi Ferawati, S.Pd

Penjelasan :

Mengurai Makna Perjanjian Primordial: Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna

Potongan ayat yang menjadi inti pembahasan ini terdapat dalam Surat Al-A’raf ayat 172. Untuk memahami kedalamannya, penting bagi kita untuk mengurai setiap katanya. Dialog ini dimulai dengan pertanyaan langsung dari Allah SWT kepada seluruh ruh anak cucu Adam.

Frasa “Alastu birobbikum?” (أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ) memiliki arti, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Pertanyaan ini bukan sekadar untuk mencari informasi, melainkan sebuah pertanyaan retoris yang meminta penegasan dan pengakuan mutlak. Di dalamnya terkandung esensi Rububiyah, yaitu pengakuan bahwa hanya Allah-lah Sang Pencipta, Pemelihara, Pengatur, dan Pemilik alam semesta.

Jawaban yang diberikan oleh seluruh ruh serentak dan penuh keyakinan adalah “Qolu bala syahidna” (قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا). Kalimat ini berarti, “Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'”. Kata “Bala” adalah jawaban afirmatif untuk pertanyaan negatif, yang menegaskan dengan seyakin-yakinnya. Diikuti dengan kata “Syahidna”, yang berarti kami bersaksi, menjadikan jawaban ini bukan sekadar pengakuan lisan, tetapi sebuah kesaksian yang mengikat.

Amanah Tauhid: Janji Suci dari Alam Ruh

Peristiwa alastu birobbikum qolu bala syahidna terjadi di sebuah alam yang dikenal sebagai ‘Alam ar-Ruh (Alam Ruh) atau ‘Alam al-Dzarr. Di alam inilah, sebelum jasad fisik diciptakan, Allah SWT mengumpulkan seluruh ruh manusia dan mengambil sumpah setia dari mereka. Sumpah ini adalah amanah tauhid, yaitu kepercayaan untuk mengesakan Allah dan hanya menyembah kepada-Nya.

Baca Juga:  makhluk pertama yang diciptakan allah Adalah ?

Amanah ini merupakan tanggung jawab terbesar yang dibebankan kepada manusia. Ia menjadi landasan mengapa manusia diutus ke dunia, yaitu untuk membuktikan dan merealisasikan janji yang pernah diikrarkan. Setiap ibadah, setiap perbuatan baik, dan setiap upaya menjauhi larangan-Nya adalah wujud dari pemeliharaan kita terhadap janji suci ini.

Fitrah Manusia: Gema Persaksian yang Abadi

Persaksian agung dalam dialog alastu birobbikum qolu bala syahidna tidak hilang begitu saja. Gema dari perjanjian ini tertanam dalam diri setiap manusia sebagai fitrah. Fitrah adalah kecenderungan alami atau potensi dasar untuk mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah mengapa, jauh di lubuk hati setiap insan, terdapat kerinduan spiritual dan pencarian akan kebenaran hakiki.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari & Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa pada dasarnya, setiap jiwa telah membawa “modal” tauhid. Tugas lingkungan, pendidikan, dan diri sendiri adalah merawat dan menumbuhkan fitrah tersebut agar tidak tertutup oleh kabut kesyirikan atau keraguan.

Konteks Ayat dalam Surat Al-A’raf

Allah SWT mengabadikan peristiwa ini dalam Al-Qur’an bukan tanpa tujuan. Lanjutan dari ayat 172 menjelaskan alasannya: “…(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’.”

Ayat ini menutup segala kemungkinan dalih atau alasan bagi manusia di akhirat kelak. Tidak ada seorang pun yang bisa berkata bahwa mereka tidak pernah mengenal Tuhannya atau tidak pernah diberi petunjuk. Perjanjian alastu birobbikum qolu bala syahidna menjadi hujjah atau argumen yang tak terbantahkan bahwa pengenalan akan Allah adalah pengetahuan paling purba yang dimiliki setiap jiwa.

Perbedaan Pandangan Ulama Tafsir

Dalam menafsirkan peristiwa ini, para ulama memiliki beberapa pandangan, meskipun mayoritas sepakat pada esensinya.

  • Pandangan Literal: Mayoritas ulama tafsir, seperti Ibnu Katsir dan Ath-Thabari, berpendapat bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi secara hakiki di alam ruh. Allah benar-benar mengeluarkan seluruh keturunan Adam dari sulbinya dan melakukan dialog tersebut.
  • Pandangan Majazi (Metaforis): Sebagian kecil ulama berpandangan bahwa dialog ini adalah sebuah kiasan atau perumpamaan. Ia menggambarkan bagaimana Allah menciptakan manusia dengan potensi akal dan fitrah untuk mampu mengenali Tuhannya melalui pengamatan terhadap alam semesta.
Baca Juga:  Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Hadis Tersebut diriwayatkan oleh ?

Meskipun terdapat perbedaan dalam cara memahaminya, kedua pandangan ini bermuara pada kesimpulan yang sama: manusia memiliki tanggung jawab inheren untuk bertauhid kepada Allah SWT, baik melalui janji primordial yang hakiki maupun melalui potensi fitrah dan akal yang dianugerahkan kepadanya.

Menjaga Amanah Tauhid di Dunia Modern

Mengikrarkan janji di alam ruh adalah satu hal, namun menjaganya di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia adalah tantangan yang sesungguhnya. Realisasi dari ikrar alastu birobbikum qolu bala syahidna menuntut implementasi nyata dalam setiap aspek kehidupan.

Implementasi Persaksian dalam Kehidupan Sehari-hari

Menjaga amanah tauhid bukan hanya sebatas keyakinan dalam hati. Ia harus termanifestasi dalam tindakan nyata. Berikut adalah beberapa cara untuk menjaga janji suci tersebut:

  1. Mengucapkan dan Memahami Syahadat: Dua kalimat syahadat adalah bentuk pembaruan janji primordial di dunia. Mengucapkannya dengan lisan, meyakininya dalam hati, dan membuktikannya dengan perbuatan adalah pilar utama.
  2. Melaksanakan Ibadah Wajib: Salat lima waktu, puasa, zakat, dan haji adalah bentuk konkret dari pengakuan kita akan Rububiyah dan Uluhiyah Allah. Ibadah adalah cara kita berkomunikasi dan menunjukkan ketundukan kepada Rabb yang telah kita akui.
  3. Menjaga Akhlak Mulia: Seorang yang menjaga amanah tauhid akan tercermin pada perilakunya. Jujur, adil, amanah, dan berbuat baik kepada sesama adalah refleksi dari keimanan yang benar.
  4. Terus Mencari Ilmu Agama: Memperdalam pemahaman tentang tauhid dan ajaran Islam adalah cara untuk membentengi diri dari keraguan dan kesesatan. Ilmu adalah cahaya yang menjaga fitrah agar tetap bersinar.

Tantangan dalam Menjaga Janji Suci

Dunia modern menawarkan berbagai tantangan yang dapat mengikis komitmen kita terhadap perjanjian alastu birobbikum qolu bala syahidna. Godaan ini seringkali datang dalam bentuk yang lebih halus dan terselubung.

Baca Juga:  Sebutkan hadis menuntut ilmu ?

Godaan Syirik Modern

Syirik tidak lagi terbatas pada penyembahan berhala secara fisik. Syirik modern bisa berwujud:

  • Materialisme: Menjadikan harta, jabatan, dan keduniawian sebagai tujuan utama hidup, bahkan menggantungkan nasib kepadanya melebihi kepada Allah.
  • Ideologi: Mengagungkan ideologi atau isme-isme buatan manusia (seperti sekularisme ekstrem atau liberalisme) di atas hukum dan aturan Allah.
  • Ketergantungan pada Teknologi: Mendewakan teknologi atau sains sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan solusi, seraya menafikan peran Tuhan.

Pengaruh Lingkungan dan Pendidikan

Seperti yang disebutkan dalam hadis, lingkungan dan pendidikan memiliki peran krusial. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang jauh dari nilai-nilai tauhid, fitrahnya dapat tertidur atau bahkan terkubur. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan keluarga dan sosial yang Islami adalah bagian dari upaya menjaga amanah ini secara kolektif.

Konsekuensi dan Ganjaran dari Sebuah Janji

Setiap janji memiliki konsekuensi, baik bagi yang menepati maupun yang mengingkari. Demikian pula dengan janji agung alastu birobbikum qolu bala syahidna.

Bagi mereka yang berpegang teguh pada janjinya, merealisasikan tauhid dalam hidupnya, maka Allah menjanjikan balasan terbaik. Ganjaran tersebut tidak hanya berupa surga di akhirat, tetapi juga ketenangan jiwa (sakinah), kehidupan yang baik (hayatan thayyibah), dan petunjuk di dunia. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menunaikan amanah terbesarnya.

Sebaliknya, bagi mereka yang melupakan atau mengingkari janjinya, mereka telah mengkhianati amanah paling fundamental. Konsekuensinya adalah kehidupan yang sempit dan penuh kegelisahan di dunia, serta azab yang pedih di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang gagal mengenali tujuan hakiki dari keberadaan mereka sendiri.

Kesimpulan

Dialog abadi alastu birobbikum qolu bala syahidna adalah titik awal dari perjalanan spiritual setiap manusia. Ia adalah persaksian suci yang mendefinisikan identitas kita sebagai hamba Allah. Amanah tauhid yang kita emban sejak di alam ruh ini bukanlah beban, melainkan sebuah kehormatan dan peta jalan menuju kebahagiaan sejati.

Mengingat dan merenungi kembali janji ini adalah sebuah keharusan. Setiap kali kita merasa ragu atau tersesat, kembalilah pada esensi persaksian ini: “Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Menjaga amanah ini hingga akhir hayat adalah bukti kesetiaan tertinggi kita kepada Sang Pencipta, sebuah upaya untuk kembali kepada-Nya dalam keadaan jiwa yang tenang dan diridhai.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top